Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR
# | Nama Indikator | Tahun | Satuan | Sumber Data | ||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
2019 | 2020 | 2021 | 2022 | 2023 | ||||
1. | Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR |
28 |
26 |
26 |
28 |
|
Persen | Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana dan PPPA |
Isi | Deskripsi |
---|---|
Kode | 347 |
Nama | Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR |
Definisi | Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR mengacu pada perbandingan antara jumlah kursi yang diisi oleh anggota perempuan dalam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) suatu wilayah dengan jumlah total kursi yang ada di DPR tersebut. |
Produsen Data | Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana dan PPPA |
Satuan | Persen |
Urusan | Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak |
Konsep | Konsep proporsi kursi yang diduduki perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau lembaga legislatif lainnya sering disebut sebagai |
Metodologi | Metodologi untuk menentukan proporsi kursi yang diduduki oleh perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat beragam tergantung pada negara, sistem politik, budaya, dan norma yang berlaku. Beberapa negara telah mengadopsi berbagai strategi dan metode untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam parlemen. Di bawah ini adalah beberapa contoh metode yang dapat digunakan: 1. **Kuota**: Metode kuota melibatkan penetapan persentase tertentu dari kursi yang harus diisi oleh perempuan. Kuota ini dapat bersifat legal atau sukarela. Ada dua jenis kuota utama: - **Kuota Legislasi**: Negara menerapkan undang-undang yang mengharuskan partai politik mengajukan sejumlah kandidat perempuan dalam daftar calon mereka. Jika partai tidak memenuhi kuota tersebut, mereka mungkin tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam pemilihan. - **Kuota Reservasi Kursi**: Beberapa kursi parlemen diisi khusus oleh perempuan, terlepas dari hasil pemilihan. Kursi-kursi ini biasanya disediakan dalam jumlah tetap atau berdasarkan persentase tertentu dari total kursi. 2. **Sistem Pemilihan Proporsional**: Sistem ini memungkinkan partai untuk mendapatkan kursi sesuai dengan persentase suara yang mereka dapatkan. Beberapa negara mengharuskan partai memenuhi persyaratan tertentu terkait kandidat perempuan dalam daftar calon mereka untuk memastikan representasi yang lebih baik. 3. **Sistem Kumulatif**: Dalam sistem ini, pemilih memiliki beberapa suara yang dapat diberikan kepada satu kandidat atau dibagi di antara beberapa kandidat. Ini memungkinkan pemilih untuk mendukung perempuan lebih kuat dan menghasilkan representasi yang lebih baik. 4. **Sistem Preferensial**: Pemilih memberikan peringkat kepada kandidat berdasarkan preferensi mereka. Sistem ini dapat membantu kandidat perempuan yang mungkin lebih sulit untuk memenangkan suara pertama tetapi memiliki dukungan kuat sebagai pilihan kedua atau ketiga. 5. **Kampanye dan Pendidikan**: Meningkatkan kesadaran dan dukungan masyarakat terhadap perempuan dalam politik melalui kampanye dan pendidikan adalah langkah penting. Ini dapat merangsang partisipasi perempuan dan mengurangi hambatan budaya dan sosial. 6. **Dorongan dan Insentif**: Pemerintah atau lembaga terkait dapat memberikan insentif atau dukungan finansial kepada partai politik yang memenuhi kuota atau mendukung perempuan dalam politik. 7. **Peningkatan Akses dan Peluang**: Memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang sama dengan laki-laki terhadap pendidikan, pelatihan politik, dan sumber daya lainnya adalah langkah penting dalam meningkatkan partisipasi mereka dalam politik. Metodologi yang paling efektif mungkin bervariasi tergantung pada konteks masing-masing negara dan tantangan yang dihadapi. Kombinasi dari beberapa metode di atas seringkali dapat menghasilkan perubahan yang signifikan dalam representasi perempuan di parlemen. |
Teknik Pengumpulan | "kompilasi data" |
Nomor Romantik | "K-23.3517.036" |
Nomor SDSN | "" |
Jumlah Pengunjung
Copyright © Dinas Kominfo Kabupaten Jombang, 2021